Beranda | Artikel
Mendamaikan Muslim Yang Berselisih
22 jam lalu

Mendamaikan Muslim Yang Berselisih adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 20 Jumadil Awal 1447 H / 11 November 2025 M.

Kajian Tentang Mendamaikan Muslim Yang Berselisih

Dari Auf bin Malik bin ath-Thufail Radhiyallahu ‘Anhuma bahwa ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha diberitahu bahwa Abdullah bin Zubair Radhiyallahu ‘Anhuma berkata mengenai suatu penjualan atau pemberian yang dilakukan oleh ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:

“Demi Allah, ‘Aisyah benar-benar harus berhenti (dari perbuatan itu), atau saya akan membatasi (mengambil alih) urusan hartanya.”

‘Aisyah bertanya: “Apakah dia (Abdullah bin Zubair) yang mengatakan ini?”

Mereka (para pembawa berita) menjawab: “Ya.”

‘Aisyah kemudian berkata: “Kalau begitu, demi Allah, saya bernazar tidak akan berbicara dengan Ibnu Zubair (Abdullah bin Zubair) selamanya.”

Maka, Ibnu Zubair berusaha mencari perantara (untuk berbicara kepada ‘Aisyah) ketika masa pemutusan pembicaraan itu telah lama.

Namun, ‘Aisyah berkata: “Tidak, demi Allah, saya tidak akan berbicara dengan Abdullah bin Zubair selamanya, dan saya tidak akan melanggar nazar saya (dengan membayar kafarat).”

Ketika hal itu menjadi berkepanjangan bagi Ibnu Zubair, ia berbicara kepada Al-Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin Al-Aswad bin ‘Abdi Yaghuts, dan berkata kepada keduanya: “Saya meminta kalian berdua atas nama Allah untuk membawaku masuk menemui ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, karena tidak halal baginya untuk bernazar memutus hubunganku.”

Maka, Al-Miswar dan Abdurrahman membawa Ibnu Zubair sampai mereka meminta izin kepada ‘Aisyah.

Keduanya berkata: “Assalamu ‘alaiki wa rahmatullahi wa barakatuh, bolehkah kami masuk?”

‘Aisyah menjawab: “Masuklah.”

Mereka bertanya: “Semuanya?”

‘Aisyah menjawab: “Ya, masuklah kalian semua.” (Saat itu ‘Aisyah tidak mengetahui bahwa Ibnu Zubair bersama mereka).

Ketika mereka masuk, Ibnu Zubair langsung menerobos hijab (tabir), lalu memeluk ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, dan ia mulai memohon serta menangis.

Sementara itu, Al-Miswar dan Abdurrahman juga turut memohon kepada ‘Aisyah agar mau berbicara kepadanya (Ibnu Zubair) dan menerima permohonan maafnya.

Mereka berkata: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang pemutusan hubungan (pemboikotan) yang telah engkau ketahui. Dan tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga malam.”

Ketika mereka semakin mendesak ‘Aisyah dengan peringatan dan teguran, ‘Aisyah mulai menangis seraya berkata: “Sesungguhnya saya telah bernazar, dan nazar itu adalah hal yang berat.”

Mereka terus berusaha membujuknya hingga ‘Aisyah akhirnya berbicara dengan Ibnu Zubair, dan beliau memerdekakan empat puluh budak sebagai penebus nazarnya. Setelah itu, ‘Aisyah selalu teringat nazarnya tersebut, lalu beliau menangis hingga air matanya membasahi kain penutup kepalanya (khimar-nya). (HR. Al-Bukhari)

Pelajaran dari Hadits

Kejadian ini penuh dengan pelajaran. Di antaranya adalah:

Dibolehkan mendiamkan saudaranya jika dikhawatirkan saudaranya tidak mampu menjaga hartanya atau berlaku mubazir, seperti yang dikhawatirkan oleh Abdullah bin Zubair ketika ‘Aisyah menjual rumahnya, sebab dikhawatirkan keuangannya tidak bisa dikelola dengan baik.

Dibolehkan mendiamkan saudaranya (tidak berbicara) jika benar-benar karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun tidak boleh lebih dari tiga hari tiga malam. Ini berlaku apabila perselisihan berkaitan dengan hal-hal duniawi.

Apabila perselisihan berkaitan dengan agama, seperti memutus hubungan (hajr) dengan Ahlul Bid’ah (pelaku bid’ah), maka dibolehkan lebih dari tiga hari. Namun, untuk urusan duniawi, tidak boleh lebih dari tiga hari. Para ulama menyebutkan, mendiamkan saudaranya selama tiga hari karena urusan duniawi adalah memberikan haknya nafsu selama tiga hari. Selebihnya dari itu, harus diajak bicara.

Orang terbaik di antara dua orang yang tidak saling berbicara adalah yang mengawali mengucapkan salam. Misalnya, ada dua orang yang bertikai karena masalah kecil duniawi, kemudian saling tidak berbicara. Hal ini cukup hanya tiga hari. Setelah tiga hari atau tiga malam, mereka harus memperbaiki hubungan, dan orang yang terbaik adalah yang pertama mengucapkan salam.

Adanya perselisihan antara ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha dengan Abdullah bin Zubair adalah hal yang wajar dan manusiawi. Namun, perselisihan tidak dibenarkan jika sampai berlarut-larut.

Hadits ini juga menjelaskan tentang adab meminta izin ketika masuk ke rumah orang lain; tidak dibenarkan langsung masuk tanpa permisi. Hal ini dicontohkan oleh Al-Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin Al-Aswad Rahimahumullah yang setelah mengucapkan salam, mereka meminta izin, “Bolehkah kami masuk?”

Saat ini, di zaman modern, adab meminta izin dapat diinformasikan sebelumnya melalui telepon. Seseorang yang hendak datang berkunjung atau bersilaturahmi hendaknya menginformasikan kedatangannya, waktu kedatangan, dan berapa orang yang akan ikut. Hal ini merupakan adab yang baik. Tidak dibenarkan datang tanpa pemberitahuan, karena tuan rumah mungkin memiliki urusan yang tidak dapat diganggu, dan tindakan datang tanpa izin ini termasuk menyalahi adab.

Adab yang baik ialah menginformasikan kunjungan sebelumnya, kecuali dalam hal yang betul-betul darurat. Adab seorang muslim ketika hendak menziarahi atau masuk ke rumah orang lain adalah dengan mengucapkan salam, kemudian meminta izin. Jika diizinkan, dipersilakan masuk. Jika tidak, maka seharusnya menunggu di luar.

Di zaman sekarang, adab-adab Islam sering ditinggalkan oleh sebagian kaum muslimin. Tampak dalam kehidupan sehari-hari, sebagian masyarakat masuk dan keluar rumah orang lain dengan mudah dan seenaknya tanpa pemberitahuan. Padahal, bisa jadi di dalam rumah tersebut ada wanita yang masih terbuka auratnya atau sedang dalam keadaan yang tidak pantas untuk dilihat.

Hikmah dari meminta izin sebelum masuk adalah agar orang yang berada di rumah dapat mempersiapkan diri, misalnya dengan menutup aurat. Jika ada di antara sanak saudara yang datang dan masuk sembarangan, mereka dapat diingatkan dengan cara yang baik. Mereka mungkin tidak tahu atau tidak paham, sehingga ada kewajiban untuk mengajarkan adab ini dengan cara yang bijak.

Hal ini menunjukkan anjuran agar seseorang ketika masuk ke rumah orang lain, atau bahkan ke rumahnya sendiri, untuk mengucapkan salam.

Pelajaran berikutnya ialah dibolehkannya seorang tamu membawa orang lain yang tidak diketahui oleh tuan rumah, tetapi ia harus meminta izin terlebih dahulu. Hal ini sama halnya dalam masalah undangan. Ketika seseorang diundang untuk makan, apabila ia hendak membawa seseorang selain dirinya yang diundang, wajib diinformasikan kepada tuan rumah.

Contohnya, tamu dapat berkata, “Maaf, bolehkah saya membawa satu orang karena dia yang menyetir mobil,” atau, “Dia yang membantu saya.” Jika diizinkan, tamu tersebut boleh masuk. Jika tidak diizinkan, tamu tersebut tidak boleh masuk. Adab ini penting, terutama dalam hal yang berkaitan dengan undangan makan.

    Download MP3 Kajian


    Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55782-mendamaikan-muslim-yang-berselisih/